Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terjadi perbedaan pendapat yang disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain perbedaan persepsi dan perbedaan kepentingan. Perbedaan pendapat ini dapat mengarah kepada pertentangan yang bisa mengakibatkan banyak hal. antara lain timbulnya kekerasan.
Begitu pula dalam kehidupan masyarakat internasional, selalu ada pertentangan antara negara-bangsa yang disebabkan oleh perbedaan. Perbedaan dalam tingkat negara bangsa ini dapat menimbulkan kekerasan yang lazim disebut perang.
Keadaan perang yang pernah terjadi adalah sangat merugikan banyak pihak, terutama rakyat kecil yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian tetapi menjadi korban, karena berbagai faktor mereka berada dalam situasi tersebut. Situasi perang juga sangat mempengaruhi berbagai sektor operasional di kawasan yang sedang dilanda perang. Akibatnya banyak aspek kehidupan terganggu dan terhambat perkembangannya. Hal ini selain diperhatikan oleh pihak yang terlibat dan yang menjadi korban, juga oleh masyarakat internasional.
Salah satu upaya untuk mencari jalan keluarnya adalah dibentuknya organisasi internasional sebagai jawaban. Organisasi Internasional berguna untuk mencapai kompromi dan meningkatkan kesejahteraan serta memecahkan pertikaian yang timbul.
Sebab dengan itu L. Leonard dalam bukunya International Organization mengatakan,
Dalam deklarasi pendirian Persatuan Bangsa Bangsa tersebut tercantum tujuan utama organisasi ini :
Berdasarkan Piagam, fungsi dan kekuasaan Dewan Keamanan adalah :
Sejak berdirinya Perserikatan Bangsa Bangsa, Dewan Keamanan telah banyak sekali mengeluarkan ketentuan mengenai gencatan senjata, sanksi-sanksi ekonomi, dan aturan-aturan lainnya demi mengupayakan situasi damai. Langkah-langkah menuju damai juga dirancang oleh Dewan, untuk keperluan tersebut Dewan juga mengirimkan pasukan pengawas perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa yang diharapkan dapat mengurangi ketegangan di wilayah-wilayah yang berada dalam keadaan genting, melerai pasukan-pasukan yang saling berhadapan dan menciptakan keadaan yang tenang di mana penyelesaian damai bisa diupayakan.
Berakhirnya perang dingin tahun 1989, menyebabkan berubahnya format sistem internasional. Perubahan tatanan ini mengangkat peluang baru bagi penjajaran kembali keamanan internasional, juga untuk menata kembali agenda politik domestik. Berkaitan dengan Tata Dunia Baru, Edith S. Klein mengatakan lebih lanjut,
Pada tanggal satu Maret 1992, Majelis Republik Bosnia dan Herzegovina mengadakan referendum untuk dukungan terhadap deklarasi kemerdekaan (lepas dari Federasi). Hasilnya, Muslim Bosnia dan etnis Kroasia di Bosnia mendukung kemerdekaan Republik Bosnia dan Herzegovina, tetapi menyebabkan anggota majelis yang etnis Serbia di Bosnia melakukan walk out dan menegaskan pemisahan.
Republik Serbia secara keras mengecam deklarasi-deklarasi kemerdekaan itu dan sangat memperhatikan nasib warga Serbia di Kroasia dan warga Serbia di Bosnia dan Herzegovina.
Kemudian kemerdekaan Bosnia-Herzegovina, Kroasia, dan Slovenia diakui oleh Amerika Serikat pada tanggal 7 April 1992. Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa baru mengakui kemerdekaan tiga negara tersebut tanggal 22 Mei 1992.
Keterlibatan Perserikatan Bangsa Bangsa di bekas Yugoslavia dimulai pada tanggal 25 September 1991, ketika Dewan Keamanan mengadakan pertemuan tingkat menteri, yang kemudian dengan suara bulat menghasilkan resolusi 713 (1991) menyerukan pada seluruh negara untuk segera memberlakukan embargo umum dan komplit terhadap pasokan senjata dan militer kepada Yugoslavia.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa menunjuk Mr. Cyrus Vance, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, sebagai utusan khususnya untuk Yugoslavia pada 8 Oktober 1991. Pada tanggal 23 November 1991, Mr. Vance menyelenggarakan pertemuan di Jenewa yang dihadiri oleh Presiden Serbia, Presiden Kroasia, Menteri Pertahanan Yugoslavia, dan Lord Carrington, Ketua Konferensi Masyarakat Eropa mengenai Yugoslavia. Pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata dengan segera dan menunjukkan harapan untuk melihat pembentukan sebuah operasi penjaga perdamaian PBB. Ketika kemajuan sudah tercapai pada masalah-masalah lain, kesepakatan gencatan senjata dilanggar hampir dengan segera. Melalui resolusi 721 (1991), Dewan Keamanan menyokong pernyataan Utusan Khusus kepada pihak-pihak yang bertikai bahwa penyebaran operasi penjaga perdamaian PBB tak dapat dipertimbangkan tanpa ketaatan penuh seluruh pihak terhadap kesepakatan Jenewa.
Melalui resolusi 724 (1991) bertanggal 15 Desember, Dewan Keamanan menyetujui laporan oleh Sekretaris Jenderal yang berisi sebuah rencana untuk operasi penjaga perdamaian yang memungkinkan. Sebuah grup kecil terdiri dari perwira militer, polisi sipil, dan staf Perserikatan Bangsa Bangsa mengunjungi kawasan itu, untuk mempersiapkan implementasi dari rencana tersebut. Dengan persetujuan Dewan Keamanan, Sekretaris Jenderal Boutros Boutros Ghali kemudian mengirim sebuah grup terdiri dari 50 perwira penghubung ke kawasan tersebut, dengan tugas menggunakan keterampilannya untuk mempromosikan pemeliharaan gencatan senjata dengan cara memfasilitasi komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai dan dengan cara menolong mereka memecahkan kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul.
Pada tanggal 15 Februari 1992, meskipun terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana Perserikatan Bangsa Bangsa, Sekretaris Jenderal merekomendasi Dewan Keamanan untuk membentuk Pasukan Perlindungan PBB (UNPROFOR; United Nations Protection Force). Dalam pandangannya, bahaya dari gagalnya operasi Penjaga Perdamaian PBB karena tidak ada kerjasama dari pihak-pihak yang bertikai adalah tidak lebih menyedihkan dibanding bahaya dari pengirimannya yang terlambat yang akan mengarah pada gagalnya gencatan senjata dan pada kerusuhan baru.
Pada tanggal 21 Februari, Dewan Keamanan melalui resolusi 743 (1992), membentuk UNPROFOR untuk periode 12 bulan sebagai rencana sementara untuk menciptakan kondisi damai dan keamanan yang dibutuhkan untuk bernegosiasi mengenai penyelesaian dari krisis dalam kerangka kerja Konferensi Masyarakat Eropa mengenai Yugoslavia. Dewan Keamanan mensahkan pengiriman penuh Pasukan melalui resolusi 749 (1992) bertanggal 7 April 1992.
UNPROFOR pertama kali ditugaskan di Kroasia, kemudian karena setelah pembentukan UNPROFOR, di Bosnia Herzegovina juga terjadi pertikaian senjata maka mandatnyapun diperluas hingga Bosnia Herzegovina. Kemudian diperluas lagi hingga mencakup bekas Yugoslavia Republik Macedonia.
Situasi yang sangat mengkhawatirkan terjadi di Bosnia Herzegovina, menyusul pengakuan kemerdekaan tiga negara baru bekas Yugoslavia oleh Amerika Serikat. Sejak saat itu militer disiagakan. Secara resmi angkatan bersenjata bekas Yugoslavia kembali menjadi angkatan bersenjata Republik Federasi Yugoslavia yang baru yang dideklarasikan oleh Serbia dan Montenegro pada tanggal 27 April 1992. Dan pada kenyataannya sebagian besar dari tentara tersebut masih berlokasi di belakang Bosnia dan sebagian besar dari pasukan tersebut bersenjata berat. Pada tanggal 13 Mei, sekitar 35.000-70.000 tentara Serbia Bosnia (Bosnian Serbs) dibentuk di bawah kepemimpinan Jenderal Ratko Mladic, mantan komandan distrik kedua, angkatan bersenjata Yugoslavia di Sarajevo. Dilaporkan, para perwira Yugoslavia diberi pilihan tetap bersama federasi atau terus bertempur dalam pasukan Mladic.
Yang paling patut diperhatikan adalah praktek pembersihan etnis oleh etnis Serbia terhadap etnis Bosnia, yang kemudian mengundang kemarahan masyarakat internasional, terutama dari kalangan muslim. Sampai pada suatu titik ditandai dengan pertemuan Organisasi Konferensi Islam, yang menghasilkan seruan untuk membantu etnis Bosnia dalam bentuk pasukan sukarelawan maupun material berupa senjata.
Dengan memperhatikan pertikaian antara etnis Bosnia dengan etnis Serbia yang didukung oleh pemerintah Serbia dan pemerintah Federal, yang menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dunia sehingga Dewan Keamanan juga menyebarkan pasukannya ke wilayah Bosnia dan Herzegovina. Kemudian tugas untuk UNPROFOR telah ditentukan dan krisis perdamaian masih berlanjut hingga tahun 1995, maka peneliti memberi judul penelitian ini:
Pembatasan Masalah
Untuk mencapai efektifitas, penelitian ini dibagi menjadi tiga batasan masalah. Yaitu, yang pertama adalah proses penugasan UNPROFOR oleh Dewan Keamanan PBB di wilayah Bosnia Herzegovina. Kedua, Tugas yang diemban dan dilaksanakan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina. Ketiga, poses perdamaian yang terjadi di wilayah Bosnia Herzegovina dikaitkan dengan keterlibatan UNPROFOR, yang berarti juga pendeskripsian hambatan-hambatan yang muncul.
UNPROFOR mendapat mandat pertama kali hanya untuk wilayah Kroasia, kemudian dipertimbangkan setelah demiliterisasi United Nations Protection Areas (UNPAs), untuk mengirimkan 100 pengamat militer UNPROFOR ke bagian-bagian tertentu di wilayah Bosnia Herzegovina. Ketika keadaan terlihat makin memburuk, Sekretaris Jenderal PBB memutuskan untuk mempercepat penyebaran pasukan dengan menempatkan 40 orang pengamat militer di Mostar, region dari republik tersebut pada tanggal 30 April 1992. Dalam bulan Mei, walaupun seluruh usaha-usaha diplomatik oleh masyarakat Eropa, perwakilan Sekretaris Jenderal, dan UNPROFOR untuk menegosiasikan suatu gencatan senjata yang abadi, konflik antara Muslim Bosnia dan Kroasia Bosnia di satu pihak dan Serbia Bosnia di lain pihak justru makin menghebat. Pada tanggal 14 Mei, ketika ancaman terhadap keselamatan jiwa mereka sudah tidak dapat ditolerir lagi, para pengamat ditarik dari kawasan tersebut dan ditempatkan kembali di UNPAs, di Kroasia. Sekitar dua per tiga dari personel markas UNPROFOR juga ditarik dari Sarajevo pada tanggal 16 dan 17 Mei, meninggalkan sekitar 100 personel militer dan staf sipil yang menyumbangkan jasanya untuk mempromosikan gencatan senjata lokal dan aktivitas kemanusiaan.
Dari paparan di atas, dapat dilihat gambaran mengenai sumber-sumber proses penugasan UNPROFOR di Bosnia dan Herzegovina. UNPROFOR bertugas sesuai mandat yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB, yang sebelumnya bersidang untuk mencapai resolusi. Sensitivitas dari resolusi Dewan Keamanan mengenai UNPROFOR sangat bergantung pada laporan-laporan Sekretaris Jenderal PBB, yang mendapat masukan dari berbagai macam sumber.
Karakteristik dari UNPROFOR sendiri juga menjadi tergantung pada setiap resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan yang berkaitan langsung dengan UNPROFOR, karena fungsi umum dan mandatnya. Mengenai besar, kekuatan, dan strategi umum dari UNPROFOR juga ditentukan oleh Dewan Keamanan. Walaupun demikian UNPROFOR cukup representatif bagi "pasukan dunia" untuk perdamaian karena terbetuk dari pasukan dari berbagai bangsa.
Tugas utama dari UNPROFOR adalah menciptakan kondisi damai dan aman yang memungkinkan negosiasi dari penyelesaian keseluruhan krisis Yugoslavia. Selama umurnya UNPROFOR mendapat beberapa kali mandat. Pertama kali mandatnya hanya di wilayah Kroasia, kemudian diperluas hingga di Bosnia Herzegovina, yang berikutnya diperluas lagi hingga Republik Macedonia bekas Yugoslavia.
Tugas UNPROFOR di Bosnia Herzegovina, untuk pertama kali sesuai dengan tugas umumnya di kawasan bekas Yugoslavia, kemudian karena situasi di Bosnia cenderung memburuk dan pelanggaran terhadap aspek-aspek kemanusiaan menyebabkan tugasnya dispesifikan. Tugas-tugas itu antara lain :
Tidak semua hasil dari usaha menciptakan kondisi damai oleh UNPROFOR berakibat pada situasi damai. Ketika UNPROFOR mulai menggunakan kekuatannya, muncul suasana permusuhan baru.
Perumusan Masalah
Melihat keterkaitan antara tugas UNPROFOR dengan proses perdamaian yang terjadi di Bosnia Herzegovina pada tahun 1991-1995, di mana pihak-pihak lain juga memberikan kontribusi, maka perlu dipilah demi memastikan efektifitas dari UNPROFOR.
Beranjak dari pemaparan permasalahan di atas, peneliti berusaha merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. Permasalahan tersebut adalah :
Tujuan Penelitian
Pasukan Penjaga Perdamaian PBB telah banyak disorot oleh masyarakat internasional karena kesuksesan dan kegagalannya. Kemudian dijadikan bahan perdebatan diantara para praktisi dan ilmuwan mengenai kemampuannya mengenmban tugas memelihara situasi damai di lapangan yang berbeda-beda karakternya. Dalam penelitian ini dilihat efektifitasnya pada krisis Bosnia Herzegovina yang mempunyai karakter konflik etnis.
Pertama, tujuan penelitian ini untuk menelusuri seluruh aspek dari upaya UNPROFOR apa saja yang berperan menunjang terciptanya perdamaian di wilayah Bosnia Herzegovina secara akurat.
Kedua, melalui penelitian ini diharapkan dapat menerangkan hambatan-hambatan serta dukungan-dukungan yang diciptakan situasi internal dan eksternal pada pelaksanaan tugas UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina.
Lebih lanjut penelitian ini juga dapat memberikan pengenalan mengenai UNPROFOR pada khususnya, Pasukan Penjaga Perdamaian PBB dan upaya PBB melalui Dewan Keamanan untuk menciptakan situasi damai di berbagai belahan bumi pada umumnya.
Kegunaan Penelitian
Pertama penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan informasi bagi para peneliti pada khususnya dan pembaca pada umumnya, terutama bagi mereka yang tertarik pada masalah-masalah perdamaian dan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi internasional melalui pasukan perdamaian.
Kedua, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pembaca ataupun peneliti yang menaruh minat dalam pemahaman terhadap fenomena-fenomena perdamaian yang tengah berlangsung saat itu.
Kerangka Pemikiran
Dalam sub-bab berikut ini akan diuraikan suatu kerangka logika yang digunakan sebagai alat analisis untuk memahami penelitian. Dalam upaya penguraian kerangka logika sebagai dasar pemikiran mencakup segenap penjabaran yang dirasa perlu dan relevan untuk memahami penelitian dengan menggunakan konsep-konsep dan teori yang berhubungan.
Kenyataan yang terjadi, setiap saat selalu ada perang dan damai di berbagai belahan dunia. Selesai yang satu muncul yang berikutnya di belahan dunia yang lain. Menurut Thomas Hobbes mengenai hal tersebut :
Sedangkan Kenneth Waltz mengkaitkan dalam kerangka kausal sistematis bahwa situasi perang dan damai terjadi karena kondisi anarki yang terjadi pada sistem internasional sangat memungkinkan untuk terjadinya perang, jadi konteks institusional global harus membentuk struktur yang mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Dapat disimpulkan sebagai salah satu institusi global yang ada saat ini adalah PBB, yang merupakan organisasi administrasi internasional, maka pembebanan tanggung jawab terhadap struktur internasional tersebut juga ada pada PBB.
Menurut kamus hubungan internasional, organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai "suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas nasional dan menciptakan suatu kondisi bagi pembentukkan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotannya di bidang keamanan, ekonomi, sosial, dan bidang-bidang lainnya.
Kemudian dalam melaksanakan tugasnya sebagai suprastruktur perdamaian, PBB antara lain menggunakan sub lembaga yang bertugas khusus memelihara perdamaian, terutama dalam arti yang negatif atau minimal, yaitu "the absence of violence". Sub lembaga tersebut adalah Dewan Keamanan PBB.
Meminjam pemahaman damai oleh Johan Galtung untuk memenuhi pemahaman konseptual:
Sementara PBB juga mempunyai kerangka tersendiri untuk perdamaian (lebih pada resolusi konflik yang bernuansa kekerasan), yang diajukan oleh Butros-Butros Ghali dalam An Agenda For Peace, yang cenderung lebih empiris. Secara umum kerangka ini merupakan prosedur untuk mencapai perdamaian dalam situasi konflik, yaitu, pelaksanaan ‘preventive diplomacy’, ‘peacemaking’, dan ‘peacekeeping"
Dewan Keamanan PBB dalam operasionalnya di setiap kawasan yang tidak dalam situasi damai, mengadakan kegiatan dengan menggunakan pasukan khusus, yang lazim disebut "peacekeeping operation dan peacekeeping force". Pada umumnya dua term ini didefinisikan dalam teori hubungan internasional dan mempunyai karakter :
"Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Sedangkan status adalah seperangkat hak dan kewajiban. Aktor adalah pelaku dari perangkat hak-hak dan kewajiban tersebut."
Penulis mengasumsikan bahwa Peacekeeping Force merupakan aktor dalam situasi konflik.
Perang terjadi di Bosnia Herzegovina, walaupun pada awal konflik terbuka, masing-masing pihak yang bertikai belum mendapat pengakuan dari masyarakat internasional sebagai negara. Karena dalam Webster’s Dictionary, perang (war) didefinisikan sebagai konflik atau permusuhan bersenjata antara negara atau bangsa yang dinyatakan secara terbuka.
Mengenai tujuan dari perang, Clausewitz berpendapat:
Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan suatu metode tertentu, yaitu metode kulitatif. Bagi Bogdan dan Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam kalimat lain, sebagaimana dikatakan oleh Kirk dam Miller, metode ini bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Dengan demikian, sesuai kedua pengertian tersebut di atas, metode demikian dapat dianggap relevan untuk dipergunakan dalam menyingkap masalah penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.
Selanjutnya, jenis penelitian yang dipergunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas pemikiran pada masa sekarang. Penelitian sedemikian rupa bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Penelitian ini merupakan pembahasan terhadap kejadian-kejadian yang telah berlalu. Oleh karena itu teknik penelitian yang akan dipergunakan adalah ex-post facto. Yaitu, mengumpulkan data-data mengenai kejadian yang telah selesai berlangsung. Hal yang ditunjang oleh langkah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi dokumen, dengan menggunakan media massa, buku-buku, dan majalah-majalah. Pada akhirnya studi dokumen ini dilakukan dengan mempergunakan semua bahan yang tersedia untuk membantu upaya penganalisisan masalah yang diteliti.